Saya teringat peristiwa beberapa tahun lalu ketika berkunjung ke Medan menemui seorang ustadz yang usianya lebih dari 70 tahun, saya minta nasihat dari beliau. Beliau dengan merendah malah minta nasihat dari kami, “Apa yang bisa bapak amalkan di hari-hari tua bapak ini sebelum datangnya ajal?” Ucapnya. Padahal kegiatan beliau sehari-hari sangatlah padat dan bermanfaat, seperti mendengarkan lantunan ayat-ayat Al-Quran, ada juga tetangga dan muridnya yang rajin membacakan buku-buku dan majalah Islam kepadanya karena penglihatannya lemah yang menjadi penghalang untuk membaca sendiri.
Ustadz kita ini juga rajin beramar makruf nahi mungkar, rajin memberi nasihat secara langsung maupun lewat telpon. Banyak juga orang yang curhat dan konsultasi kepadanya meminta saran dan nasihat untuk masalah yang dihadapi. Saya minta kepadanya agar menceritakan pengalaman masa mudanya. Bapak ustadz akhirnya bercerita tentang masa mudanya untuk dijadikan sebagai ibrah dan pelajaran bagi kita semua.
Ketika bekerja dan memiliki banyak harta, ia menjadi sombong dan melampaui batas. Ia lalai bahwa kekayaan yang merupakan karunia dan nikmat dari Allah diperolehnya bukanlah karena kepandaian dan kehebatannya. Suatu ketika, perusahaan tempatnya bekerja bangkrut dan ia berhenti bekerja lalu jatuh miskin. Ia hanya dapat mengontrak rumah kecil yang dijadikan tempat judi bagi sebagian para pemuda yang memberinya uang jasa untuknya.
Suatu saat datang seorang pemuda, guru ngaji, dari kampungnya yang merantau ke kota Medan. Pemuda itu minta menumpang bermalam di rumahnya. Dia membantu guru ngaji tersebut bermalam di rumah kontrakannya. Setiap hari, guru ngaji itu datang malam hari, ketika para penjudi telah bubar. Ia pergi ke luar rumah setiap pagi sebelum para penjudi datang. Setiap usai shalat subuh berjamaah, ustadz tersebut memberikan pengajian Al-Quran dan membacakan hadits Nabi Shallallahu ’Alaihi wa Sallam.Lanjutkan membaca “MUSTAHIL UNTUK MELUPAKAN MEREKA”