TEMAN DAN PENGARUHNYA DALAM MEMBENTUK KEPRIBADIAN ( KISAH ANAK MENDAMAIKAN DUA ORANG BERSELISIH LEWAT SMS )

Termasuk hal yang penting dalam pembinaan anak muslim adalah dengan menghindari bersahabat dengan teman-teman yang buruk dan jahat, hendaklah ia tumbuh dewasa dengan sahabat-sahabat yang baik, bermajelis dengan orang-orang dewasa sehingga mereka mendapatkan tambahan ilmu dan pengalaman, belajar adab dan akhlak. Bahkan bisa jadi anak kecil yang mendapatkan karunia Allah berupa kecerdasan dan kepandaian dapat memberikan manfaat yang banyak kepada manusia dan orang-orang yang bergaul dengannya maka kedua orang tuanya dan orang-orang yang mendidiknya ikut bergembira.

Teman mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam membentuk kepribadian anak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ”Seseorang menurut agama sahabatnya, maka hendaklah setiap orang memperhatikan dengan siapa dia bersahabat”. (H.R. Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad dengan sanad hasan)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,
“Sesungguhnya perumpamaan teman majelis yang shalih dan teman majelis yang buruk seperti orang yang membawa minyak misk (kasturi) dan pandai besi. Orang yang membawa minyak misk bisa jadi ia memberimu hadiah, atau engkau membeli darinya atau engkau mencium bau harum darinya. Sedangkan pandai besi bisa jadi ia membakar bajumu atau engkau mendapatkan darinya bau yang tidak sedap.” (Muttafaq Alaih)

Syaikh Bakr Abu Zaid dalam bukunya “Hilyatu Thalibil Ilmi” memperingatkan penuntut ilmu agar hati-hati terhadap teman yang buruk karena adab yang buruk dan karakter seseorang mudah berpindah dan manusia diberi naluri untuk saling menyerupai dan meniru temannya. Hati-hati dari bergaul dengan mereka karena pencegahan lebih mudah dari pengobatan. Pilihlah teman yang dapat membantu mencapai tujuanmu yang mulia dan cocok dengan tujuan tersebut, pilihlah teman yang mendekatkan dirimu kepada Allah. Kemudian beliau membagi teman itu menjadi tiga macam:Lanjutkan membaca “TEMAN DAN PENGARUHNYA DALAM MEMBENTUK KEPRIBADIAN ( KISAH ANAK MENDAMAIKAN DUA ORANG BERSELISIH LEWAT SMS )”

KEAJAIBAN DOA IBU

Ketika saya sedang duduk di ruang kerja di kantor Islamic Center di Jeddah, Saudi Arabia di penghujung bulan Dzulhijjah 1429 H atau di akhir bulan Desember 2008 M, masuklah seorang anak remaja dengan mengenakan gamis, kopiah dan sorban merah sambil mengucapkan salam.

Setelah saya berkenalan dengannya ternyata dia adalah keponakan salah seorang pengurus dan relawan di kantor Islamic Center yaitu ustadz Muhammad Ash Shubhi yang datang ke kantor tiap hari Jumat untuk memberikan ceramah kepada para mualaf yang berasal dari Philpina. Nama anak tersebut Muadz Ash Shubhi berumur 17 tahun dan masih duduk di kelas 2 SMA.

Tampak dari anak tersebut wibawa dan penuh kedewasaan, saya tinggalkan pekerjaan saya dan duduk menemani Muadz untuk mengenal dia lebih jauh lagi. Ternyata dia telah selesai menghapal Al Quran 30 Juz, dan sekarang dia rajin mengulang hapalannya agar tidak lupa dan hilang. Ia terkadang mengimami shalat berjamaah di Masjid dekat rumahnya jika imam terlambat atau berhalanagan hadir. Dia juga aktif berperan sebagai muadzin di masjid tersebut sejak umur 14 tahun. Hanya saja terakhir ini pengurus masjid menggantikannya dengan muadzin dari orang dewasa dengan alasan dia masih anak-anak dan menjanjikan kepadanya jika telah selesai sekolah maka dia bisa menjadi muadzin lagi.

Saya memberikan kesempatan kepadanya untuk berbicara lebih banyak, diantara hal yang menarik dari pembicaraan Muadz yaitu ketika dia bercerita tentang masa kecil Syaikh Doktor Abdul Aziz Fauzan Al Fauzan. Ketika itu, orang tuanya memiliki banyak kambing dan anak-anaknya mendapatkan tugas untuk menggembalakan kambing secara bergantian sepulang mereka dari sekolah.

Hari ini bagian Muhammad kakaknya, keesokan harinya giliran Abdul Aziz dan besoknya lagi giliran adiknya. Saat giliran adiknya bertugas untuk menggembalakan kambing maka adiknya datang kepada ibunya sambil menangis dan berkeberatan untuk menggembalakan kambing. Karena merasa kasihan kepada anaknya yang paling kecil maka si ibu menyuruh kakaknya yang paling besar yaitu Muhammad untuk menggembalakan kambing. Kakaknya menolak dengan alasan bahwa dia sudah menjalankan kewajibannya 2 hari yang lalu. Maka si ibu menyuruh Abdul Aziz untuk menggembalakan kambing, Abdul Aziz menuruti permintaan ibunya dan tidak membantahnya. Keesokan harinya giliran kakaknya yang tertua bertugas menggembalakan kambing, maka kakaknya datang kepada ibunya sambil menangis pula berkeberatan untuk mengembalakan kambing. Si ibu menyuruh Abdul Aziz lagi untuk menggembalakan kambing. Abdul Aziz menjalankan perintah ibunya tanpa membantah sedikitpun. Akhirnya setiap hari Abdul Aziz menggembalakan kambing milik orang tuanya.

Syaikh Abdul Aziz merasakan banyak sekali kemudahan yang Allah berikan kepadanya dan beliau berpendapat diantara sebabnya adalah bakti seorang anak dan doa kedua orang tuanya.

Kisah yang diceritakan Muadz sangat berkesan dihati saya, cerita tersebut mengingatkan saya kepada ucapan Profesor Doktor Abdul Karim Bakkar dan Profesor Doktor Shalih Al Ayid dalam bukunya.

Profesor Doktor Abdul Karim Bakkar berkata,
“Sesungguhnya doa kedua orangtua untuk anak-anaknya ada dua macam, ada yang disebabkan rasa iba dan kasihan, hal ini dilakukan oleh kedua orang tua meskipun anak-anaknya kurang berbakti kepada mereka. Ada lagi doa dari orang tua diucapkan dari lubuk hati yang paling dalam, doa tersebut merupakan ungkapan rasa senang, puas, ridha dan kagum kepada perbuatan dan bakti anak mereka, doa yang seperti inilah yang lebih pantas untuk dikabulkan oleh Allah.”  (50 Lilin Untuk Menerangi Jalan Hidup Kalian)

Profesor Doktor Shalih Al Ayid berkata,
“Sesungguhnya doa ibu tidak mungkin meleset, ibuku –semoga Allah merahmatinya- selalu ridha terhadap anak-anaknya dan sangat mencintai mereka, oleh karena itu ia selalu berdoa memohon kebaikan untuk mereka di setiap waktu, berdoa dengan hati yang bersih tanpa ada dendam dan kebencian, oleh karena itu saya melihat dalam segala urusanku adalah hasil dari doa beliau secara nyata dan tidak ada keraguan sedikitpun, berapa banyak pintu kebaikan terbuka untukku dengan tidak disangka-sangka dan berapa banyak tipudaya orang-orang yang hasad dan dengki menjadi runtuh karena karunia Allah disebabkan doa ibuku yang dikabulkanNya.” (Dam’ah ‘ala Qabri Ummi)

ENGKAU DAN HAWA NAFSU

Seorang muslim hendaknya merenungkan mengenai diri dan hawa nafsunya.
Andaikan sampai berita kepada Anda bahwa seseorang telah mencaci maki Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian orang lain mencaci maki Nabi Daus ‘alaihissalam. Sedangkan orang yang ketiga mencaci maki Umar atau Ali radhiyallahu ‘anhuma. Dan yang keempat mencaci maki syaikh Anda. Sementara orang yang kelima, mencaci maki syaikh orang lain.

Apakah amarah dan usaha Anda untuk memberikan hukuman dan pelajaran kepada mereka telah sesuai dengan ketentuan syari’at? Yakni apakah kemarahan Anda kepada orang pertama dan kedua hampir sama kadarnya, namun lebih dahsyat jika dibandingkan kepada yang lainnya? Apakah kemarahan Anda kepada orang yang ketiga lebih ringan kadarnya dibandingkan dua orang yang pertama namun lebih keras dibandingan dua sisanya? Apakah kemarahan Anda kepada orang yang keempat dan kelima hampir sama kadarnya, namun jauh lebih lunak dibandingkan dengan yang sebelumnya?

Misalkan pula Anda membaca sebuah ayat, kemudian nampak bagi Anda bahwa ayat tersebut sesuai dengan pendapat imam anda. Kemudian anda mendapati ayat lain dan nampak oleh anda dari ayat tersebut bahwa ia menyalahi ucapan yang lain dari imam anda tersebut. Apakah penilaian anda mengenai keduanya sama? Yaitu anda tidak akan peduli untuk mencari kejelasan dari dua ayat tersebut dengan mengkajinya secara seksama agar menjadi jelas benar atau tidaknya atas pemahaman anda tadi dengan cara membaca sepintas.

Misalkan pula anda mendapatkan dua hadits yang tidak anda ketahu shahih atau dho’ifnya. Salah satunya sesuai dengan pendapat imam anda sedangkan yang satunya lagi menyalahinya. Apakah pandangan anda terhadap dua hadits tersebut sama tanpa anda peduli (untuk mengetahui secara ilmiyyah) apakah kedua hadits tersebut shahih atau dho’if?

Misalkan pula anda memperhatikan suatu masalah yang imam anda mempunyai suatu pendapat tentangnya, dan (ulama) lain menyalahi pendapat tersebut.

Apakah hawa nafsu anda yang lebih berperana dalam melakukan tarjih salah satu dari dua pendapat tadi? Ataukah anda menelitinya supaya anda dapat mengetahui mana yang rajih dari keduanya dan anda dapat menjelaskan kerajihannya tersebut.

Misalkan pula ada seseorang yang anda cintai dan yang lain anda benci. Keduanya berselisih dalam suatu masalah. Kemudian anda dimintai pendapat tentang perselisihan tersebut. Padahal (anda tidak mengetahui duduk persoalannnya sehingga) anda tidak mungkin dapat menghukuminya. Ketika anda meneliti permasalahan tersebut, apakah hawa nafsu anda yang berperan sehingga lebih memihak orang yang anda cintai?

Misalkan pula ada tiga fatwa dari ulama dalam permasalahan yang berbeda.Lanjutkan membaca “ENGKAU DAN HAWA NAFSU”

APA SETELAH HAJI?

Segala puji bagi Allah yang telah memilih jamaah haji sekalian sebagai tamu-tamuNya. Ini merupakan karunia Allah yang sangat besar, dimana jutaan umat Islam yang ingin datang ke tanah suci menunaikan ibadah haji tapi masih belum dapat izin dari Allah, ada saja halangan yang datang. Adapun jamaah sekalian telah mendapatkan kemudahan dari Allah sehingga dapat merampungkan seluruh manasik haji dari mulai umrah sampai tawaf wada, semoga Allah mencatatnya sebagai haji yang mabrur diampuni segala dosa kita dan agar jamaah haji diberi perlindungan dan keselamatan dalam perjalanan pulang ke tanah air, amin!

Para ulama kita menyebutkan tanda-tanda haji yang mabrur, diantaranya Imam Hasan Al Bashri rahimahullah berkata: Haji yang mabrur adalah agar ia pulang dari ibadah haji menjadi orang yang zuhud dalam kehidupan dunia dan cinta akhirat. Allah berfirman yang artinya: “Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupa bagianmu di dunia”. (Surat Al-Qashash: 77)

Orang yang zuhud bukan berarti orang yang hanya beribadah di masjid dan tidak mau bekerja mencari harta untuk nafkah anak dan isteri tapi orang yang zuhud orang yang tidak diperbudak oleh hartanya, dunia boleh berada di tangannya tidak di hatinya, aktifitasnya dalam kehidupan dunia tidak melalaikannya dari ingat kepada Allah, melaksanakan shalat yang lima waktu tepat pada waktunya, tidak memutuskan silaturahmi, tetap rajin menuntut ilmu islam lalu mengamalkan dan menda’wahkannya, tidak melupakan tanggung jawab mendidik isteri dan anak-anak. Orang yang zuhud adalah orang yang penghasilannya dari yang halal, bukan dari hasil renten, riba, suap, korupsi, mencuri, judi, pungli, memeras, menipu, memakan hak orang lain. Semoga Allah mengaruniakan kita semua rezeki yang halal, baik dan berkah serta dijauhkan dari segala pendapatan yang haram, amin!

Ada lagi yang mengatakan diantara tanda haji yang mabrur adalah setelah pulang dari menunaikan ibadah haji, ia menjadi lebih baik dari sebelumnya. Menjadi lebih baik dalam hal tauhid. Jika ada diantara jamaah haji yang sebelum hajinya masih suka pergi ke dukun untuk minta kekayaan, anak, jodoh, cepat naik pangkat dan lain-lain maka setelah kita haji dan bertaubat kepada Allah hendaklah kita tinggalkan hal tersebut karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya, “Barangsiapa mendatangi tukang ramal atau dukun lalu membenarkan apa yang dikatakannya, maka ia telah kafir dengan apa yang telah diturunkan kepada Muhammad”.
(HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Al-Irwa` No. 2006)

Barangsiapa yang sebelum ia haji, suka menyembelih sapi atau lainnya untuk dijadikan sebagai tumbal atau sesajen maka sekarang harus meninggalkannya dan menyembelih kurban hanya untuk Allah karena Allah berfirman yang artinya: “Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu dan berkorbanlah” (Surat Al- Kautsar 2) “Katakanlah sesungguhnya shalatku, sesembelihanku, hidup dan matiku hanya untuk Allah Rabbul Alamin tidak ada sekutu baginya” (Surat Al-An’aam: 162)

Barangsiapa yang sebelum ia haji, masih mempercayai ramalan bintang maka tinggalkanlah dan bertawakallah kepada Allah semata. Barangsiapa yang sebelum hajinya masih mengkeramatkan keris dan jimat-jimat, maka sekarang musnahkanlah segala jimat yang kita miliki. Lanjutkan membaca “APA SETELAH HAJI?”

TANDA KEBAIKAN ISLAM SESEORANG

Dari Abu Hurairah , ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallamtelah bersabda: “Termasuk dari kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan apa-apa yang tidak penting baginya.” (H.R. Tirmidzi dan yang lainnya)

Imam Nawawi rahimahullah menyatakan dalam kitab Al Arba’in bahwa hadits ini derajatnya hasan. Syaikh Salim Al Hilali menyatakan dalam buku “Shahih Al Adzkar wa Dhaifuhu” hadits ini shahih lighairihi. Kesimpulannya hadits ini benar adanya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Imam Ibnu Rajab rahimahullah (wafat tahun 795 H) mengatakan: “Hadits ini merupakan fondasi yang sangat agung dari fondasi-fondasi adab.” Beliau juga menyatakan pula tentang pengertian hadits ini: “Sesungguhnya barangsiapa yang baik keislamannya, pasti ia meninggalkan ucapan dan perbuatan yang tidak penting baginya, ucapan dan perbuatan dia terbatas dalam hal yang penting baginya.” (Jami’ul Ulum wal Hikam)

Standar penting di sini bukan menurut rasa atau rasio kita yang tidak lepas dari pengaruh hawa nafsu, akan tetapi berdasarkan tuntunan syari’at Islam. Termasuk meninggalkan ucapan dan perbuatan yang tidak penting adalah meninggalkan hal-hal yang haram, atau yang masih samar, atau sesuatu yang makruh, bahkan berlebihan dalam perkara-perkara yang mubah sekalipun apabila tidak dibutuhkan, termasuk kategori hal-hal yang tidak penting.

Imam Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan pula: “Kebanyakan pendapat yang ada tentang maksud meninggalkan apa-apa yang tidak penting adalah menjaga lisan dari ucapan yang tidak berguna sebagaimana disebutkan oleh Allah : “Tidaklah seorang mengucapkan satu ucapan, kecuali padanya ada malaikat yang mengawasi dan mencatat.” (Surat Qaaf: 18 )

Umar bin Abdul Aziz rahimahullah berkata: “Barangsiapa yang membandingkan antara ucapan dan perbuatannya, tentu ia akan sedikit berbicara, kecuali dalam hal-hal yang penting”.”

Imam Nawawi rahimahullah berkata dalam kitab Al Adzkar : “Ketahuilah, sesungguhnya setiap mukallaf (muslim) diharuskan menjaga lisannya dari segala ucapan, kecuali yang mengandung maslahat. Apabila sama maslahatnya, baik ia berbicara atau diam, maka sunnah untuk menahannya, karena kata-kata yang mubah dapat mengakibatkan akhirnya kepada yang haram atau makruh, dan ini yang seringkali terjadi pada umumnya, padahal mencari keselamatan itu tak ada bandingannya.” Artinya mencari keselamatan itu sangat penting sekali.

Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah (wafat tahun 751 H) berkata: “Menjaga lisan adalah agar jangan sampai seseorang mengucapkan kata-kata yang sia-sia, apabila ia berkata hendaklah berkata yang diharapkan terdapat padanya keuntungan padanya dan manfaat bagi dien (agama)nya. Apabila ia akan berbicara hendaklah ia pikirkan, apakah dalam ucapan yang akan ia keluarkan terdapat manfaat dan keuntungan atau tidak? Apabila tidak bermanfaat hendaklah ia diam, apabila bermanfaat hendaklah ia pikirkan lagi, adakah kata-kata yang lebih bermanfaat atau tidak? Supaya ia tidak menyia-nyiakan waktunya dengan yang pertama.” (Dinukil dari kitab Ad Da’u wad Dawa’)

Selanjutnya beliau juga mengatakan dalam kitab yang sama: “Adalah sangat mengherankan bahwa manusia mudah sekali untuk menghindari dari memakan barang yang haram, berbuat zhalim, berzina, mencuri, minum-minuman keras, memandang pandangan yang diharamkan, dan lain sebagainya, tetapi sulit untuk menjaga gerakan lisannya, Lanjutkan membaca “TANDA KEBAIKAN ISLAM SESEORANG”